Cadar dan Rimpu Mpida (Relevansi Busana Muslimah dan Busana Tradisional Perempuan Bima)CADAR DAN RIMPU MPIDA : RELEVANSI BUSANA MUSLIMAH DAN BUSANA TRADISIONAL PEREMPUAN BIMA( STUDI KASUS DI DESA PADENDE KEC. DONGGO KAB. BIMA)A. Latar BelakangModernisasi adalah salah satu turunan dari faham Modernisme yang akan terus memiliki daya tarik dan takkan pernah habis untuk diperbincangkan saat ini dan hinggasaat yang akan datang. Modernismebila dibandingkan dengan berbagai isme-isme yang lain seperti juga rasionalisme, relativisme, empirisme dan sebagainya, telah banyak memberikan suatu perubahan yang mendasar bagi peri kehidupan manusia sejak terjadinya revolusi peradaban baru manusia dari kehidupan abad kegelapan menuju suatu zaman pencerahan.Bersamaan dengan datangnya modernisasi, maka segala bentuk dangayakehidupan masyarakat umum mengalami perubahan yang signifikan, perubahan itu dimulai dari kehidupan sosial, ekonomi, teknik informasi,gayatekhnologi hingga kebiasaan (lifestyles) dan budaya pun ikut berubah. Perubahan tidak dapat dielakan, pergerakannya menggelinding dari macam system dunia hingga menembus ruang danwaktu ke masyarakat dan budaya di pedesaan. Kita mencoba membuka perjalanan masa silam dan mengingat potongan file-file lama (sejarah), dimana budaya dan kebudayaan Islam pernah menduduki peringkat tertinggi di berbagai belahan dunia.Di Indonesia dapat kita lihat bahwa bahwa kehidupan dan budaya masyarakat sangat kental dengan agama (Religius). Ketika Islam datang atau masuk ke Indonesia yang dibawa oleh para Mu’alim dari berbagai Negeri Islam,masyarakat sangat menerima ajaran Islam terutama dari gaya hidupnya dan budaya yang diperkenalkan Islam itu sendiri sehingga Negara Indonesia terkenaldengan negara yang penduduk muslimnya terbesar di dunia, begitupun dalam penyebaran Islam di negeri tercinta ini, wali songo sebagai penyebar Islam begitu memperhatikan budaya khususnya cara seorang berpakaian yang menutup aurat. Sehingga di berbagai sudut desa masyarakat sangat menjunjung tinggi budaya hasil produk dari Islam, contohnya budaya cadar atau jilbab yang merupakan identitas seorang manusia muslimah. Ketika zaman dimana Islam itu jaya kita dapat membedakan antara Muslimah danNon Muslimah hanya dari pekaiannya.Artinya : “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.” (QS. An Nur: 31)Ibnu Mas’ud berkata tentang perhiasan yang (biasa) nampak dari wanita: “(yaitu) pakaian”[1]. Dengan demikian yangboleh nampak dari wanita hanyalahpakaian, karena memang tidak mungkin disembunyikan.Bersamaan dengan datangnya modernisasi maka ciri-ciri kesejatian muslimah itu punsedikit demi sedikit mengalami suatu perubahan, berganti, dan hilang. Hingga saat ini kita sebagai seorang muslim mengalami kesulitan yang hakiki dalam mengenali saudara seaqidah bukan karena keyakinan tetapi karena penampilan.Seiring dengan perkembangan zaman, lebih-lebih ketika zaman modern sekarang, kitadapat melihat begitu pesatnya wanita yang mengenakan pakaian jilbab, mulai dari mahasiswi, para artis, anak-anak sekolah hingga ibu-ibu pengajian dan sebagai seorang muslim kita perlu mensyukurinya,Namun pada saat yang sama pula kita akan merasa begitu sedih terhadap kondisi yang sama, sebab semakin hari jilbab tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya akan tetapi busana ini mengalami transformasi yang begitu besar. Jilbab yang tadinya adalah pakaian taqwa sesuai dengan syariat kini terakumulasi menjadi kerudung gaul yang fungsinya hanya sebatas model saja tanpa ada nilai taqwa yang terkandung di dalamnya atau lebih spesifiknya lagi hanya sebagai perhiasan sajaDi Indonesia pada zaman kerajaan-kerajaan Islam sebelum penjajahan Belanda, ketika itu terkenal kerajaan Islam dari Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi, maka dari kerajaan-kerajaan tersebut membentuk budaya dengan tiga pola, yaitu:pertama,Pola samudra pasai,kedua,Pola Jawa, danketiga,Pola Sulawesi selatan yang nantinya dari sinilah islam menyebarkan sayapnya ke Bima pada abad ke-16 M.Bima adalah salah satu dari daerah dari ribuan daerah di tanahIndonesiayang terkenal dengan masyarakatnya yang religius. Dr. Peter Cery dalam bukunya “Asal usul Perang Jawa, Sepoy dan Lukisan Raden Saleh” yang dikutip oleh M. Hilir Ismail dalam tulisannya “Menggali PustakaTerpendam” (Butir-butir Mutiara Budaya Mbojo), mengatakan Suku Mbojo sebagai salah salah satu darisekian banyak suku bangsa di Nusantara, terkenal taat dalam menjalankan perintah Agama Islam (terutama masa lalu). Bahkan ada sejarahwan yang mengatakan bahwa “Kesultanan Bima merupakan kesultanan diIndonesiabagian timur yang tersohor karena ketaatannya pada agama Islam”. Karena itu adat mereka tidak bertentangan dengan norma Islam.[2]Islam masuk ke tanah Bima melalui pelabuhan Sape pada Tahun 1028 H bertepatan dengan Tahun 1617 M. misi Islam Sultan Gowa penuh dengan kedamaian dengan melalui jalur perdagangan dan keluarga. Hal itu dijelaskan dengan suratnya Daeng Malabo kepada keluarganya di Sape, yakni Ruma Bumi Jara penguasa Sape. Utusan berjumlah 4 orang dengan membawa bingkisan untuk Mangkubumi atau Tureli Nggampo.[3]Bahasa Bima (Nggahi Mbojo) merupakan bahasa setempat yang dipakai sehari-hari di Kabupaten Bima dan Dompu yang dikenal dengan sebutan Nggahi Mbojo, begitu pula dengan budaya Bima disebut “Budaya Mbojo” juga suku masyarakatnya dikenal dengan sebutan “Dou Mbojo”Berbicara tentang budaya, maka kita tidak boleh menafikan bahwa kita sedang berbicara tentang adat dan kebiasaan dan juga tentu di dalam sebuah masyarakat yang notabene adalah komunitas Islam, maka adat dan budaya itu sangatlah erat hubungannya dengan apa yang disebut dengan etika dan moral (akhlak).Dalam hal budaya, Bima (Mbojo) dikenal dengan budayanya yang kental dengan warna Islam sehingga apapun bentuk budaya dan kebiasaan asing sulit untuk masuk ke dalam kebiasaan masyarakat Mbojo setempat (masa dulu). Dalam hal pakaian atau style, dou Mbojo dikenal dengan pakaiannya yang longgar dan menutup aurat yang disebut dengan “Budaya Rimpu ”. Budaya ini adalah budaya yang secara turun temurun yang diwasiatkan oleh nenek moyang Dou Mbojo terdahulu yang diproklamirkan sebagai budaya Mbojo yang Islami sejak tahun 1640 M. yang dipertahankan dan dilestarikan hingga sekarang karena budaya Rimpu ini terbukti mampu merubahdan menjaga kaum wanita dewasa (hawa) suku Mbojo dari hal-hal yang tidak diperkenankan oleh Islam seperti memamerkan aurat kepada yang bukan muhrim dan hal-hal yang berbau maksiat dan mampu menjadikan gadis-gadis suku Mbojo sebagai perempuan yang berakhlak mulia. Budaya Rimpu ini sejalan dengan budaya dan kewajiban dalam Islam yaitu kewajiban menutup aurat atau berhijab (berjilbab) yang dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi banyak kita jumpai perintah berjilbab atau menutup aurat, larangan memperlihatkan aurat kepada bukan muhrim, berpakaian yang berbentuk (ketat) dan sejenisnya.[4]Namun sangat ironis sekali budaya yang begitu mulia ini, sejalan dengan arus globalisasi dan modernisasi sedikit demi sedikit mulai dilupakan dan ditinggalkan oleh perempuan-perempuan muslimah khususnya di tanah Bima(Dana Mbojo).Dari berbagai penjelasan di atas, penulis bermaksud menuangkannya melalui penelitian dalam sebuah skripsi yang berjudul: “CADAR DAN RIMPU MPIDA : RELEVANSI BUSANA MUSLIMAH DAN BUSANA TRADISIONAL PEREMPUAN BIMA (STUDI KASUS DI DESA PADENDE KEC. DONGGO KAB. BIMA).B. Rumusan MasalahMengingat luasnya pembahasan yang akan diteliti, maka penelitian ini akan dibatasi pada: “Relevansi Busana Muslimah (Cadar) dan Busana Tradisonal Perempuan Bima (Rimpu Mpida) Studi Kasus di Desa Padende Kecamatan Donggo Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat.Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, makadi sini penulis memberikan perumusan, antara lain:1. Bagaimana sejarah dan peran Budaya Rimpu dalam kehidupan Masyarakat Bima?”2. Faktor apa saja yang melatar belakangi pergesaran Budaya Rimpu dalam masyarakat Bima? (Studi Kasus)3. Bagaimana islam memandang cadar dan hukum – hukum yang mendukungnya?4. Apa hubungannya antara cadar dan rimpu mpida?C. Tujuan dan Manfaat Penelitian1. Tujuan PenelitianTujuan diadakannya penelitian ini tiada lain adalah:a. Untuk mengetahui kedudukan Budaya Rimpu dalam konteks masyarakat Bima.b. Untuk mengetahui hukum-hukum dan pandangan islam tentang cadarc. Untuk mengetahui hubungan antara cadar dan rimpu.d. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pergeseran budaya rimpu di masyarakat Bima.2. Manfaat Penelitiana. Untuk melengkapi tugas akhir dan persyaratan mencapai gelar sarjana Strata Satu (S1) jurusan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Muhammadiyah Bimab. Manfaat teoritis: menambah khazanah pengetahuan dalam bidang sosial dan budaya serta keterkaitannya dengan Islam.c. Manfaat praktis: agar masyarakat mengetahui bagaimanapentingnya peranan pakaian dalam mendidik anak (dalam kaitannya dengan kepribadian dan akhlak) khususnya dalam pembiasaan pakaian yang baik. Sehingga diharapkan kepada pemerintah danmasyarakat secara umum untuk menjaga dan melestarikan budaya lokal yang sesuai dengan ajaran syar’i karena merupakan salah satu kekayaan yang berharga.D. Penegasan Istilah JudulUntuk menghindari terjadinya kekeliruan dan kesalahan didalam menafsirkan istilah judul, maka penulis disini perlu menegaskan arti istilah yang diperlukan pada judul skripsi ini antara lain :1.CadarCadar adalah kain penutuokepala atau muka bagi perempuan.[5]Mayoritas (Jumhur) ulama mengatakan bahwacadaradalah model pakaian yang menutupi wajah kecuali mata dan alis, namundalam menetapkan hukum cadar mereka memiliki pendapat yang berbeda sesuai dengan pemahaman masing – masing dalam menafsirkan dalil dan ayat yang ada.[6]2.Rimpu MpidaRimpu menjadi cerminan masyarakat Bima yang menjunjung tinggi nilai keislaman, selain itu jugabuat melindungi diri ketika beraktivitas di luar rumah.Rimpu, ada 2 model.a. Rimpu mpida,, khusus buat gadis Bima atau yg belum berkeluarga. Model ini jg sering disebut cadar ala Bima,, Dalam kebudayaan masyarakat Bima, wanita yg belum menikah tidak boleh memperlihatkan wajahnya, tapi bukan berarti gerak-geraknya dibatasi.b. Rimpu colo,, ini rimpu buat ibu2.Mukanya sudah boleh kelihatan. Di pasar2 tradisional, masih bisa ditemukan ibu2 yang memakai rimpu dengan sarung khas dari bima (tembe nggoli).[7]3.RelevansiRelevansi berasal dari katarelevan atau kait-mengkait; bersangkut paut; berguna secara langsung, kemudian diperjelas dengan kata relevansi yang berarti hubungan atau kaitan.[8]4.Busana MuslimahBusana Muslimah berasal dari dua suku kata yaitu; Busana yang berarti pakaian atau baju, dan muslimah yang berarti perempuan penganut agama islam atau yang lebih dikenal dengan perempuan muslim. Jadi busana muslimah adalah pakaian yang digunakan perempuan muslim[9]5.Busana TradisionalBusana tradisional berasaldari dua suku kata yaitu; Busana yang berarti pakaian atau baju, dan tradisional yang berarti sikap dan cara berpikir serta bertindak yang berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun. Jadi busana tradisional adalah busana adat yangdiwarisi secara turun temurun.[10]E. Metododologi Penelitian1. Metode PenelitianDalam pengumpulan data skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian untuk mencari dan mengumpulkan data yang bersifat kualitatif atau non statistik yaitu data yang bentuk kalimat-kalimat bukan berbentuk angka-angka.2. Metode Pengumpulan DataDi dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data yaitu :- Observasi, adalah teknik pengumpulan data yang dialkukan dengan cara mengadakan pengamatan yang menggunakan mata dan telinga secara langsung tanpa melalui alat bantu yang terstandar,[11]di sini penulis secara langsung mengadakan pengamatan di lapangan dengan tujuan memperoleh data.- Interview, merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mewancarai responden secara langsung. Disini penulis langsung terjun ke lokasi penelitian guna memperoleh data lewat cerita – cerita sejarah dari tokoh masyarakat.- Dokumentasiadalah cara pengumpulan data dengan mencatat data-data yang sudah ada yang diperlukan oleh peneliti, seperti Sejarah Kebudayaan Bima disini peneliti mencatat dokumen yang dimiliki oleh Museum Samparaja Bima Pusat Penelitian Kebudayaan Bima.3. Teknik Analisa DataDalam menganalisa data, adapun metode yang digunakan penulis dalam pengolahan data tersebut dengan menganalisa data di lapangan apa adanya, yakni dengan menggunakan analisis kualitatif yakni menganalisa melaluipendekatan sosial budaya. Tujuannya adalah untuk mencari pengertian-pengertian atau untuk memahami konsepsi-konsepsi yangsedang dibahas. Dengan demikian, skripsi ini bersifat deskriptif analisis.4. Pengujian Keabsahan DataDalam menguji keabsahan data ini peneliti menggunakan tiga langkah yaitu :a. Kroscek data atau verifikasi datayaitu melakukan pemeriksaan data benar atau tidaknya hasil penelitian yang telah dilakukan dengan berulang ulangb. Keseringan di lokasi penelitian adalah peneliti sering berada di lapangan pada saat melakukan penelitian sehingga data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkanc. Triangulasi data adalah teknik pemeriksaaan keabsahan data yangmemanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.F. Sistematika PenulisanPada garis besarnya pembahasan skripsi ini terbagi menjadi tiga bagian :1.Bagian muka, bagian ini memuat :halaman judul, halaman pengesahan, halaman motto, kata pengantar dan daftar isi.2.Bagian isi, skripsi yang terdiri dari 5 (lima) bab dan beberapa subbab. Untuk lebih jelasnya secara rinci diterangkan sebagai berikut :Pada BAB I yang merupakan bab Pendahuluan akan membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah judul, metodologi penelitian, dan sitematika penulisan.Sedangkan pada BAB II yang merupakan Landasan Teori akan membahas tentang sejarah singkat “Dana Mbojo” dan Budaya RimpuSelanjutnya pada BAB III yang merupakan gagasan metode pendidikan Budaya sebagai alat untuk mencapai tujuan penanaman moral Islami akan membahas tentang pandangan islam akan cadar dan rimpu, telaah teoritis terhadap cara berbusana menurut ajaran islam.Pada BAB IV yang merupakan inti dari penulisan skripsi akan membahas tentang metode pendidikan Budaya sebagai alat untuk mencapai tujuan penanaman moral Islami yang akanmembahas tentang pergeseran budaya rimpu dan pengaruhnya model busana remaja Bima.Pada BAB V yang merupakan bab penutup dari seluruh rangakaian penulisan skripsi ini akan membahas tentang kesimpulan dan saran-saran.

www.infoBima.com

0 komentar: